Sunday, March 2, 2008

Download Buku

Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan buku pelajaran sudah bisa di-download melalui situs Departemen Pendidikan Nasional yakni www.sibi.or.id atau email pusbuk@sibi.or.id. Siapa saja bisa men-download menggandakan dan menerbitkan. Saat ini siap 37 teks buku pelajaran yang sudah dibeli dan kemudian akan diperbanyak lagi. Yang kemudian akan disusul oleh sekitar 250an teks buku pelajaran lainnya.
Kebijakan ini dibuat untuk menciptakan program buku murah. Masing-masing penerbit bebas untuk mendownload dan mencetak buku-buku itu. Tapi tentu saja harga jual buku download tidak boleh melebihi harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan oleh Depdiknas. Dan tak hanya penerbit saja yang bisa mendownload. Guru maupun peserta didik juga diperbolehkan untuk mendownload.
Hanya saja ada beberapa permasalahan yang sering kita lupakan. Kemampuan penguasaaan iptek yang berbeda antara peserta didik yang sekolah di kota dengan yang di desa menjadi kendala. Jangankan mendownload dari internet. Mengoperasikan komputer pun mungkin peserta didik yang di desa belum mampu. Alangkah tidak bijaksana jika Depdiknas mengeneralisasikan kemampuan peserta didik dalam hal penguasaan iptek.
Memang benar pemerintah telah membuat program internet masuk desa. Tetapi sayangnya pemerintah justru menjadi agen distribusi dari microsoft. Bayangkan saja betapa menghegemoni dan memonopolinya microsoft dalam hal iptek. Hampir semua komputer yang digunakan dalam program internet masuk desa menggunakan software microsoft. Itu indikasi betapa microsoft begitu memonopoli. Dan anehnya lagi pemerintah tidak sadar atau malah pemerintah sedang terkena fenomena "realitas menindas yang memukau". Padahal masih ada beberapa software seperti linux yang bisa saja digunakan sebagai alternatif.
Selain penguasaan iptek, penyalahgunaan hasil download juga menjadi permasalahan dari kebijakan ini. Ketentuan penerbit boleh mendownload kemudian menggandakan buku pelajaran justru dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu. Oknum itu akan menjual buku murah tetapi mengabaikan kualitas produk.
Dan lagi-lagi yang akan menjadi korban adalah pembeli yang notabene peserta didik maupun guru.
Sering bergantinya kurikulum yang dilakukan oleh Depdiknas juga dikhawatirkan akan membuat sia-sia buku hasil download. Karenanya buku pelajaran itu tidak akan bertahan lama. Tak ada gunanya buku murah jika kita harus rutin menggantinya.
Tapi apapun kebijakan pemerintah, tak ada salahnya disosialisasikan terlebih dahulu. Harapannya kebijakan itu bisa dikritisi oleh masyarakat. Sehingga ditemukan kebijakan yang paling pas dan cocok untuk masyarakat.

No comments: