Thursday, March 6, 2008

"Membakar Angkara Murka"

Sore itu aku sedang tertidur. Padatnya aktivitas di hari Kamis tanggal 6 Maret ini membuatku cukup kelelahan. Dalam lelap tidurku tiba-tiba ada suara yang memekakkan telingaku dan mengganggu tidurku. Suara itu tak terlalu asing bagiku. Sialan, umpatku dalam hati. Suara itu ternyata berasal dari ponsel bututku. Sebuah sms yang ternyata membuat ponsel itu meneriakkan sebuah nada dering. Dengan enggan aku membaca isi SMS itu. SMS dari seorang kawan ternyata.

"Bro, ntar malem ada ogoh-ogoh diarak. Tempatnya di Pura Jagatnata di daerah Sorowajan. Acaranya mulai sekitar jam 7an. Mau nonton gak?" Begitu isi sms dari kawanku.
"OK dech.Mau berangkat jam berapa?" balasku
Sebuah SMS balasan tak lama berselang muncul di layar ponsel bututku. "Aq gak nonton. Ada acara ama cowokku." Begitu isi sms balasannya.
"Ouw, yaudah. Aq ntar nonton ama temenku aja." Balasku lagi.

Kira-kira siapa ya yang mau aku ajak? Sejenak aq coba memilah-milah siapa kawan yang akan aku ajak. Akhirnya aku memutuskan untuk mengajak mantan Redpelku di buletin kampus yang sekarang menjadi redaktur foto. Sebuah SMS dengan nada ajakan pun ku kirim kepadanya.

"Yo, mangkat yo raden. Aq tunggu di xp." Jawabnya lewat sebuah SMS balasan. Kawanku yang satu ini memang selalu memanggilku dengan sapaan hangat "Raden". Ada sebuah sejarah unik yang membuatnya selalu memanggilku seperti itu.

Tepat saat jam menunjukkan pukul 19.00 WIB aq menjemput kawanku itu. Aq menjemputnya di tempat yang sudah aku anggap sebagai rumah keduaku. Sejak masuk kuliah awal, aku telah menghabiskan beribu-ribu jam dan berpuluh ribu menit di tempat itu. Di tempat itu pulalah aku mulai belajar tentang membaca dan menulis yang sesungguhnya. Tak lupa juga aq belajar cara nyontong yang meyakinkan ditempat itu.

Sambil menunggu kawanku bersiap. Aku pun menyapa beberapa kawan di rumah keduaku itu. Kamipun berangkat menuju Pura Jagatnata. Tak lupa dua buah kamera digital kami bawa untuk mengabadikan momen perayaan Nyepi.

Jam di ponselku menunjukkan pukul 19.15 WIB. Saat itulah kami tiba di ujung perempatan yang merupakan jalan menuju Pura Jagatnata. Seorang Polantas menyuruh kami berbalik dan mengambil rute lain. Ternyata ogoh-ogoh akan diarak melewati jalan itu. Terpaksa kami harus mengambil rute lain.

Setelah bertanya pada seorang panitia, akhirnya kami memutuskan untuk menunggu arak-arakan ogoh-ogoh lewat. Kemudian kami memarkir sepeda motor di depan rumah warga. Setelah memarkir motor, kami lalu berjalan menuju tempat start arak-arakan ogoh-ogoh.

Waktu itu dentang jam menunjuk angka 8 malam. Arak-arakan pun mulai diberangkatkan. Barisan pertama adalah orang-orang yang membawa obor. Disusul kemudian oleh barisan yang membawa alat musik tradisional bali. Baru kemudian rombongan ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh merupakan sebuah boneka besar yang berwujud raksasa menakutkan. Orang Jawa sering menyebutnya dengan nama buto. Pada rangkaian perayaan Nyepi, ogoh-ogoh dilambangkan sebagai sebuah perwujudan dari angkara murka yang ada di dunia.

Ada tiga ogoh-ogoh yang akan diarak dan dibakar di pura. Ukuran ketiga ogoh-ogoh pun berbeda. Ada yang kecil, menengah dan besar.

Ogoh-ogoh yang pertama berukuran kecil berwana ungu. Ogoh-ogoh ini berwujud raksasa yang memiliki taring panjang yang menyeringai. Kepala ogoh-ogoh ini tidak ada rambutnya. Ogoh-ogoh ini dihiasi lima buah anting-anting. Kelima anting-anting itu dipasang di telinga kanan, kiri, hidung dan kedua putingnya.

Ogoh-ogoh berukuran sedang berwarna hijau muda menyusul tepat dibelakangnya. Ogoh-ogoh ini juga berwujud raksasa yang memiliki taring panjang. Ogoh-ogoh ini memiliki rambut panjang dan gimbal. Selain itu sekujur tubuhnya juga dipenuhi dengan totol-totol berwarna hijau tua. Ogoh-ogoh ini juga memiliki kuku-kuku yang panjang.

Ogoh-ogoh terakhir berukuran paling besar. Ogoh-ogoh ini berwarna putih. Rambut kuku dan taring yang panjang juga dimiliki oleh ogoh-ogoh ini. Bedanya ogoh-ogoh ini mengenakan kain batik berwarna coklat tua.

Masing-masing ogoh-ogoh dipanggul oleh sekitar lima belasan pemuda Bali. Mereka mengenakan kain dan penutup kepala khas Bali. Sembari mengikuti irama musik tradisional Bali yang menghentak-hentak mereka memainkankan ogoh-ogoh dengan bersemangat.

Puluhan Mbok Jegeg juga tampak dalam arak-arakan. Mbok Jegeg-mbok jegeg ini mengenakan pakaian adat Bali. Puluhan mbok jegeg menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para penonton.

Dengan perlahan dan seirama arak-arakan pun mulai berjalan. Ternyata di dalam rombongan pembawa obor ada yang menyembur-nyemburkan api (mirip di sirkus-sirkus).

Tiba-tiba gelombang awan mendung menutupi langit Jogja. Disusul kemudian oleh desiran angin. Suasana mistik namun sakral pun menyeruak perlahan.

"Kebudayaan Bali memang penuh dengan aroma mistik namun eksotik," ketikku di layar ponsel. Aku mengirim sms itu keseorang kawan dekatku.

Kamipun tak ingin melewatkan momen-momen itu dengan begitu saja. Dengan kamera digital SLR Canon EOS 400D dan kemera pocket digital Nikon kami mengabadikan momen-momen dalam arak-arakan ogoh-ogoh.

Arak-arakan terus merayap menuju satu tujuan. Pura Jagatnata. Ditempat itu arak-arakan akan berhenti dan melemparkan ogoh-ogoh ke dalam jilatan api.

Pukul 20.30 rombongan arak-arakan tiba di Pura Jgatnata. Di halaman Pura sudah tampak kobaran api besar yang siap menyantap ogoh-ogoh. Alunan musik etnik Bali pun semakin nyaring terdengar dan semakin cepat pula temponya. Para pemaggul ogoh-ogoh berteriak-teriak dan menari-nari layaknya orang yang sedang trance. Aroma dupa pun semakin menusuk hidungku. Lagi-lagi aura mistis muncul.

Satu persatu ogoh-ogoh dilemparkan ke dalam kobaran api. Aku tiba-tiba teringat pada upacara Ngaben. Sembari melempar ogoh-ogoh para pemuda Bali berteriak-teriak dengan lantang. Teriakan mereka menggelegar membahana dalam kesakralan malam itu.

Ogoh-ogoh pun lenyap perlahan-lahan ditelan kobaran api. Suara-suara bahagia membahana di sekitaran Pura. Para pemuda menari-nari mengitari kobaran api tempat ogoh-ogoh dibakar. Alunan musik Bali pun terdengar semakin keras dan cepat. Perasaan suka cita pun tampak jelas dari mimik muka mereka. Angkara murka di dunia telah hilang seiring ogoh-ogoh yang terbakar. Harapan baru pun muncul dalam benak mereka.

Semoga saja angkara murka dapat segera terusir dari bumi pertiwi ini. Bumi pertiwi sudah terlalu banyak dirusak oleh oknum-oknum bejat yang dikuasai oleh angkara murka dan nafsu binatang.


Selamat Hari Raya Nyepi Saka 1930
















1 comment:

Admin said...

'Thing'
lalu temannya pun muncul.
aha ha ha ha