Tuesday, April 24, 2007

R.A.Kartini

R.A.Kartini dilahirkan di Jepara 21 April 1879. Beliau hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S.(Europese Lagere School) atau setingkat sekolah dasar. Setelah rampung sekolah di E.L.S. kemudian dia dipingit oleh orang tuanya. Sebagaimana kebiasaan atau adat istiadat di daerahnya. Setelah dipingit biasanya kaum wanita pada dekade itu langsung memasuki fase pernikahan.
Sebenarnya R.A.Kartini menginginkan bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sebagaimana anak Bupati lain yang dapat bersekolah ke jenjang berikutnya. Tapi di era Kartini hanya anak laki-laki dari golongan ningrat saja yang bisa bersekolah. Selain tidak diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Wanita diera ini juga tidak diperbolehkan untuk menentukan jodoh/pasangan hidupnya sendiri. Tentu saja Kartini merasa tidak bebas dalam menentukan pilihan bahkan Kartini dapat dikatakan tidak punya pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita. Bahkan Kartini pun kerap mendapat perlakuan yang berbeda dengan saudara ataupun dengan teman-teman yang pria. Selain itu Kartini juga iri terhadap kebebasan yang dimiliki oleh wanita-wanita Belanda.
Setelah mendapat hambatan untuk mengicipi pendidikan yang lebih tinggi. Kartini pada masa dipingit banyak membaca buku seputar kemajuan/emansipasi wanita. Seperti buku Max Havelar karya Multatuli dan beberapa buku karya pejuang-pejuang wanita di Eropa. Selain menyibukkan diri dengan banyak membaca, Kartini pun juga banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar. Dari banyaknya buku yang dia baca, muncullah arus balik pemikiran Kartini. Kartini mulai merasa bahwa wanita pribumi sangat tertinggal bila dibandingkan dengan wanita Belanda.
Sejak saat itu muncul keinginan dan tekad Kartini untuk memajukan wanita pribumi. Kartini beranggapan bahwa untuk memajukan wanita pribumi bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan keinginan dan tekad itu, Kartini mendirikan sekolah untuk anak gadis pribumi di Jepara. Di sekolah yang didirikan Kartini, para anak gadis Pribumi diajarkan pelajaran memasak, menjahit, menyulam dan sebagainya. Sekolah yang didirikan Kartini tidak memungut biaya alias gratis. Coba bandingkan dengan sekolah pada era yang yang katanya modern ini. Betapa mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk dapat menikmati bangku sekolah.
Kembali ke Kartini lagi. Bahkan demi memajukan sekolahnya itu, Kartini sempat berencana melanjutkan sekolah ke Sekolah Guru di Belanda dengan maksud agar Kartini dapat lebih baik lagi dalam mendidik. Beasiswa dari pemerintah Belanda pun sudah dia peroleh. Tapi rencana itu ditentang oleh kedua orang tua Kartini. Untuk mencegah kepergian Kartini ke Belanda, orang tua Kartini pun menjodohkan dia dengan Raden Adipati Joyodiningrat seorang Bupati Rembang.
Setelah menikah dengan Bupati Rembang, Kartini pun diboyong ke Rembang. Di Rembang pun Kartini mendirikan sekolah disamping sekolah di Jepara yang telah dia dirikan sejak sebelum menikah.
Semasa hidupnya, Kartini sangatlah gemar berteman baik di dalam negeri maupun di luar negeri khususnya di Belanda yang notabene adalah kaum penjajah. Kepada teman-temannya di Belanda, Kartini banyak mencurahkan isi hatinya seputar keinginannya memajukan wanita pribumi. Selain itu dia juga sering mencurahkan isi hatinya tentang persamaan hak laki-laki dan perempuan.
Setelah Kartini meninggal pada 17 desember 1904, kumpulan surat-surat yang ditulisnya untuk teman-temannya di Belanda dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia Habis Gelap Terbitlah Terang. Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari.

1 comment:

Unknown said...

Bagus gini kok. Lanjutkan! Coba kamu kaitkan pemikiran Kartini tentang pendidikan dengan konteks pendidikan jaman ini.